KISAH INSPIRATIF : TERIMA KASIH AYAH (LAPTOP YANG SYAHID DI JALAN ALLAH)
![]() |
| KISAH INSPIRATIF : TERIMA KASIH AYAH |
AKU bahagia sekali, hari ini diriku dibayar lunas oleh seorang lelaki tua untuk diberikan sebagai hadiah ulang tahun putri semata wayangnya. Tak lama lagi diriku akan dipergunakan. Tak sabar rasanya menunggu detik-detik itu, kemudian kudengar lelaki tua itu berbicara dengan istrinya.
“Aduh, Pak. Kenapa beli laptop segala untuk hadiah ulang tahun putri kita? Pasti harganya mahal.”
“Tidak apa-apa, Bu. Sebenarnya, laptop ini bukan hadiah utama yang ingin Bapak berikan kepada putri kita.”
Takjub, ternyata diriku dianggap mahal bagi keluarga mereka. Namun, jika diriku bukan hadiah utama, lalu adakah barang yang lebih mahal selainku. Rasa penasaran begitu membuncah, barang apakah yang menjadi hadiah utama itu? Mungkinkah telepon genggam, sepeda motor, atau mobil? Tidak… tidak… itu tidak mungkin, bukankah istrinya tadi menyebut diriku sudah sangat mahal? Apa mungkin bisa membeli barang melebihi hargaku?”
“Yaa Allah, Pak. Itu harganya sudah jutaan, mau nambah hadiah apalagi? Bukannya Bapak jengkel melihat kelakuan putri kita karena dilarang pacaran tidak bisa, mengapa saat dirinya ulang tahun dan mau merayakan dengan pacarnya malah diberi hadiah.”
“Percayalah, Bapak melakukan ini demi kebaikan putri kita. Ibu doakan saja, semoga hadiah utama yang akan Bapak berikan akan berguna, sedangkan laptop itu hanya sebagai perantara.”
Aneh, kalau yang dikatakan istrinya itu benar. Harusnya putrinya itu bukan diberi hadiah, tetapi dinasehati dengan lebih keras lagi agar tidak pacaran. Bukannya apa-apa, diriku kebetulan dijual di sebuah toko elektronik yang sekaligus tempat servis teman-temanku yang mengalami kerusakan mesin akibat berbagai hal. Salah satu kasus yang paling menonjol, disebabkan virus akibat menyimpan video porno.
Saat terbaring dalam perawatan, teman-temanku berkisah bahwa mereka dijadikan sarana mengunduh video porno kemudian dijadikan alat menonton sang pemilik dengan pacarnya. Ujung-ujungnya melakukan tindakan maksiat. Mendengar itu, diriku sangat yakin pacaran itu tidak baik. Anehnya, kami selaku mesin saja sadar video porno serta pacaran itu tidak baik tetapi mengapa manusia meracuni kami dan dirinya sendiri dengan kedua hal yang menjijikkan itu.
“Ibu hanya mencoba bisa mempercayai, Bapak. Meski jujur, hati kecil Ibu tidak bersepakat apabila perayaan ulang tahun putri kita yang akan dirayakan dengan pacarnya malah diberi hadiah laptop. Tetapi Bapak pasti memiliki alasan mengapa melakukan hal itu.”
Aku juga berdoa semoga saja lelaki itu tidak menyerah pada kenakalan anak gadisnya. Apalagi putri tunggal, tentu bebannya jauh lebih besar. Lagipula, saat ini diriku benar-benar merasakan kegalauan tingkat tinggi. Apa jadinya kalau nasibku akan sama dengan teman-teman yang jadi pesakitan akibat dipergunakan untuk hal-hal menjijikkan tadi. Manusia yang berkelakuan seperti itu sudah tak punya otak, kalau mereka waras harusnya sadar perilaku mengunduh video porno serta menonton bersama pacar dan dilanjutkan berbuat asusila jelas tindakan tidak beradab.
Malam ini, aku tak bisa tenang. Kulihat jarum jam dinding sudah menunjuk angka sebelas, namun hadiah utama masih juga belum disatukan denganku. Jujur diriku penasaran, seperti apa hadiah itu bentuknya? Kalau memang barang, mengapa tidak disatukan denganku. Apa mungkin ukurannya sangat besar sehingga disembunyikan di tempat lain. Hingga menjelang subuh, belum ada kejadian yang mendebarkan. Jangan-jangan, lelaki tua itu terlupa untuk merayakan ulang tahun putrinya.
Ternyata tebakanku salah, lelaki tua itu mengambilku selepas menunaikan ibadah sholat subuh. Dibungkusnya tubuhku menggunakan kertas kado. Kudengar lelaki itu berkata, “Semoga Allah menerima amal ibadahmu di sisi-Nya.” Gawat! Apa maksud ucapannya? Perasaanku menjadi tidak enak, apa sebenarnya yang sedang direncanakan lelaki tua ini. Kutunggu saja, apa yang akan terjadi selanjutnya, sembari pasrah apabila terjadi hal terburuk sekalipun.
“Putriku, selamat ulang tahun. Ayah ada hadiah untukmu, terimalah…”
Kemudian pembungkusku terbuka, seraut wajah cantik dengan jemari yang begitu lembut sedang memegangku.
“Laptop! Serius ini hadiah untukku, Ayah? Terima kasih, Ayah?”
Lelaki itu tersenyum, sedangkan istrinya menggelengkan kepala seolah tidak rela dengan apa yang dilihatnya. Kemudian meminta anak gadisnya mempergunakan tubuhku, wajah gadis itu sangat cerah. Tetapi, ada satu yang belum tersingkap. Hadiah utama yang direncanakan lelaki itu belum kulihat.
TERNYATA tebakanku salah, lelaki tua itu mengambilku selepas menunaikan ibadah sholat subuh. Dibungkusnya tubuhku menggunakan kertas kado. Kudengar lelaki itu berkata, “Semoga Allah menerima amal ibadahmu di sisi-Nya.” Gawat! Apa maksud ucapannya? Perasaanku menjadi tidak enak, apa sebenarnya yang sedang direncanakan lelaki tua ini. Kutunggu saja, apa yang akan terjadi selanjutnya, sembari pasrah apabila terjadi hal terburuk sekalipun.
“Putriku, selamat ulang tahun. Ayah ada hadiah untukmu, terimalah…”
Kemudian pembungkusku terbuka, seraut wajah cantik dengan jemari yang begitu lembut sedang memegangku.
“Laptop! Serius ini hadiah untukku, Ayah? Terima kasih, Ayah?”
Lelaki itu tersenyum, sedangkan istrinya menggelengkan kepala seolah tidak rela dengan apa yang dilihatnya. Kemudian meminta anak gadisnya mempergunakan tubuhku, wajah gadis itu sangat cerah. Tetapi, ada satu yang belum tersingkap. Hadiah utama yang direncanakan lelaki itu belum kulihat.
“Bagaimana, dirimu bahagia? Hadiahnya bagus, tidak?”
“Bagus banget, Yah! Ini benar-benar luar biasa!”
“Boleh, Ayah pegang laptopnya.”
Gadis itu menyerahkan tubuhku pada lelaki tua. Tiba-tiba dengan tanpa ampun lelaki itu membanting tubuhku, aku kesakitan. Tubuhku retak, bahkan tidak cukup sampai di situ, aku juga diinjak dan ditendangnya hingga membentur dinding. Yaa Allah, apa salah dan dosaku? Mengapa lelaki tua itu bertindak begitu keji. Sungguh, aku sekarat.
“Ayah! Mengapa Ayah merusak laptop itu? Itu laptop baru, katanya hadiah ulang tahunku. Berarti sudah menjadi milikku, tetapi mengapa Ayah merusaknya!”
Kudengar gadis itu beteriak. Kemarahannya terasa begitu besar, sementara itu istri lelaki tua itu juga terlihat begitu pucat. Mungkin masih tak percaya dengan tindakan yang dilakukan suaminya.
“Anakku dirimu marah begitu hebatnya, padahal itu cuma sebuah laptop. Di luar sana masih banyak, masih bisa dibeli. Lalu, mengapa kami tidak boleh marah saat dirimu berpacaran, saat kami khawatir apabila dirimu rusak akibat pergaulan?”
“Aku bisa jaga diri, Yah! Lagipula aku sudah besar, tahu mana yang baik dan yang buruk.”
“Apakah pacaran itu baik? Ketahuilah, dirimu harta kami satu-satunya. Ayah dan Ibu menaruh harapan besar agar dirimu bisa menjadi anak yang sholeha. Bagi orang tua menjaga kesucian putrinya hingga berumah tangga itu wajib, sebab anak wanita itu anugerah. Itulah mengapa banyak ulama berkata, wanita adalah tiang negara, apabila wanita itu baik maka negara akan baik, dan apabila wanita itu rusak, maka negara akan rusak pula.”
Gadis itu terdiam, sementara diriku meski dalam keadaan sekarat, baru menyadari inilah hadiah utama yang sejak awal direncanakan. Inilah alasan lelaki itu berujar semoga amal ibadahku diterima Allah, sungguh keharuan merasuk dalam diriku. Andai rusak total dan tidak bisa dirawat sekalipun, diriku sudah ikhlas.
“Anakku, renungkanlah, apabila dirimu rusak pergaulan akibat pacaran maka apa lagi yang dapat kami banggakan? Katakan pada kami, apakah dirimu lebih berharga dari sebuah laptop?”
Gadis itu terdiam. Tak mampu menjawab pertanyaan ayahnya, kulihat air mata mulai membasahi pipinya.
“Tidak perlu dijawab, sebab air matamu menjadi bukti bahwa dirimu merasa lebih berharga daripada sebuah laptop. Laptop itu tadi baru ayah beli, demikian pula dirimu selama belum menikah baiknya menjaga diri sehingga saat dinikahi seorang lelaki dirimu dalam keadaan masih baru-masih suci, maka dari itu janganlah pacaran. Ayah mohon hargailah kehormatanmu sebagai perempuan, apabila dirimu mencintai lelaki itu silakan menikah. Itu jauh lebih baik daripada pacaran, jika dirinya belum siap maka carilah lelaki yang lebih siap, sebab dirimu terlalu rendah apabila hanya dijadikan pacar.”
Tak berapa lama, gadis itu memungut tubuhku. Kemudian dirinya berujar.
“Aku berjanji padamu, Ayah. Aku tidak akan pacaran lagi. Sebagai simbolnya, biarkan kuhancurkan laptop ini karena tadi diriku berpikir laptop ini akan menjadi alat perayaan ulang tahun bersama pacarku. Aku tidak butuh laptop, aku hanya butuh ayah. Terima kasih tiada bosan menuntunku pada jalan kebaikan.”
Kemudian kurasakan tubuhku dihempaskan ke dinding. Tetapi, diriku tidak merasakan sakit, aku merasakan inilah kematian terindah. Terima kasih lelaki tua, meski diriku hanya sebuah laptop namun dapat syahid di jalan Allah, karena turut menyadarkan putrimu agar menjauhi pacaran.
Arief Siddiq Razaan, 02 Desember 2015

0 komentar:
Posting Komentar